DAMPAK
TEKNOLOGI INFORMASI DALAM DUNIA PERBANKAN
Peran
teknologi dalam dunia perbankan sangatlah mutlak, dimana kemajuan suatu sistem
perbankan sudah barang tentu ditopang oleh peran teknologi informasi. Semakin
berkembang dan kompleksnya fasilitas yang diterapkan perbankan untuk memudahkan
pelayanan, itu berarti semakin beragam dan kompleks adopsi teknologi yang
dimiliki oleh suatu bank. Tidak dapat dipungkiri, dalam setiap bidang termasuk
perbankan penerapan teknologi bertujuan selain untuk memudahkan operasional
intern perusahaan, juga bertujuan untuk semakin memudahkan pelayanan terhadap
customers. Apalagi untuk saat ini, khususnya dalam dunia perbankan hampir semua
produk yang ditawarkan kepada customers serupa, sehingga persaingan yang
terjadi dalam dunia perbankan adal ah bagaimana memberikan produk yang serba
mudah dan serba cepat.
Salah satu bank yang paling
mutakhir dengan teknologi hi-end nya adalah BCA, dimana dengan asset teknologi
mutakhir yang dimilikinya BCA mampu menjadi leader dalam hal pelayanan
e-banking. Dengan jumlah ATM terbesar yang dimilikinya, fasilitas internet
banking,dll. Padahal ukuran kecanggihan sebuah teknologi perbankan tidak hanya
dilihat dari coverage ATM-nya semata, tapi seharusnya dilihat pada data
centernya, khususnya di aplikasi core bankingnya.
Memang kendala yang
dihadapi oleh dunia perbankan adalah kompleks dan mahalnya teknologi informasi,
karena sebagian besar teknologi ini masih disuplay oleh vendor-vendor luar
negeri. Tetapi kita lihat sekarang, banyak vendor – vendor pribumi yang berani
bersaing dalam teknologi informasi ini. Jadi kenapa kita tidak memakai
vendor-vendor pribumi untuk menanamkan teknologi informasi tersebut dalam dunia
perbankan. Hal ini manjadi tuntutan bagi perbankan karena mau tidak mau suatu korporasi
yang mempunyai ruang lingkup kerja yang luas ditambah dengan
operasional-operasional yang sangat banyak harus ditunjang dengan suatu
teknologi untuk memudahkan, mengefisienkan dan mengefektifkan kinerja tersebut.
Apalagi dalam dunia perbankan dibutuhkan suatu informasi yang up to
date bagi pihak manajemen menengah ke atas untuk memprediksikan
langkah bisnis yang akan diambil sehingga berbagai kendala yang mungkin muncul
dapat teratasi.
Sebagai contoh, dibangunnya
suatu sistem informasi Biro Kredit Nasional oleh Bank Indonesia, hal itu
dilakukan tidak lain adalah untuk mengantisipasi resiko kredit yang mungkin
muncul apabila salah seorang debitur mengajukan pinjaman di salah satu bank
padahal pinjaman di bank lain belum lunas. Hal ini dibutuhkan kesinergian dan up
to date-nya informasi antar bank sehingga hal tersebut dapat terhindarkan.
Operasional yang real
time antar bank juga telah menjadi tuntutan bagi dunia perbankan,
karena hal ini menjadi salah satu materi bagi pelayanan yang berkompetisi dalam
memasarkan produk perbankan. Pengiriman uang transfer antar bank, outlet-outlet
otomasi (ATM), hal ini menjadi patokan penilaian bagi para nasabah umumnya
dalam melakukan transaksi dalam segi pelayanan. Jadi memang mau tidak mau
bisnis perbankan harus ditunjang keefisienan operasional jika ingin bersaing di
dalam dunianya, dan hal ini harus ditunjang dengan suatu sistem yang
terintegrasi yang termuat dalam suatu teknologi informasi.
Penerapan suatu teknologi
informasi menuntut diantaranya sumber daya manusia yang memadai. Jika sumber
daya manusia yang ada tidak menguasai teknologi tersebut hal ini menjadi suatu
pemborosan semata, karena mahalnya teknologi yang telah dibeli jika tidak
terpakai merupakan suatu hal yang sia-sia. Oleh karena itu sebelum teknologi
tersebut diterapkan, sudah seharusnyalah kita instropeksi terhadap kemampuan
korporasi, apakah cocok teknologi tersebut diterapkan, apakah sumber daya
manusianya memadai, dan apakah teknologi tersebut mempunyai features yang
dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Karena penerapan suatu sistem
teknologi informasi merupakan salah satu aktivitas investasi jangka panjang
bagi korporasi. Hal ini sudah sepatutnya menjadi hal yang diperhitungkan dalam
dunia perbankan, sebagai lembaga intermediasi bagi masyarakat, sudah seharusnya
perbankan menjadi “pelayan” yang setia dengan selalu merealisasikan
bentuk-bentuk pelayanan dengan menggunakan teknologi informasi.
Namun masyarakat sering
salah kaprah. Internet banking sering dikatakan canggih karena memungkinkan
akses perbankan dari manapun. Padahal jika dilihat dari arsitektur sistem
perbankannya, E-Banking hanyalah salah satu channel dari banyak channel untuk
transaksi perbankan semisal EDC (electronic data capture) yang banyak terdapat
di merchant belanja. Ataupun mesin ATM itu sendiri
Mudahnya sebuah sistem yang
mengelola data hingga 140 juta customer base yang hanya digunakan untuk
pencatatan saja semisal KPU-Pemilu, tentunya tidak lebih canggih dibandingkan
BRI dengan 30 juta customer yang menggunakan aplikasinya untuk menghitung
kelipatan bunga dan kredit. Dan tentunya tidak berarti BRI kalah canggih dengan
aplikasi Bank Niaga yang mampu dengan akses banyak channel-nya bila
pelanggannya hanya 10juta.
Pengembangan lokasi layanan
perbankan saat ini nyaris sudah tidak mungkin, penambahan produk baru juga
tidak akan beranjak jauh dari inovasi sekitar mobile-banking dan ekstensifikasi
layanan private banking, yang semula diarahkan ke nasabah-nasabah kelas kakap
saja. Layanan financial planning yang semula sangat terbatas, kini semakin
marak dan dimungkinkan dengan terbukanya peluang untuk memadukan produk-produk
asuransi, pasar-modal dan dana-pensiun ke dalam layanan perbankan. Teknologi
yang diperlukan sifatnya menjadi sangat individual dan tergantung pada profil
dan kebutuhan masing-masing nasabah. Yang penting adalah bahwa perkembangan
saat ini menunjukkan bahwa layanan jasa-keuangan sedang bergerak ke arah
konvergensi di antara keempat jenis produk tersebut.
Lalu, bagaimana penerapan
teknologi informasi untuk kebutuhan seperti ini? Tidak mungkin melakukan
integrasi dari semua sistem aplikasi yang terkait, karena masing-masing
aplikasi hampir pasti dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan yang berbeda.
Beberapa bank tampak mengoperasikan service desk terpisah untuk masing-masing
jenis layanan jasa keuangan. Insurance desk misalnya, ada di sudut khusus untuk
jenis layanan itu. Capital market instruments relatip lebih mudah
diintegrasikan ke dalam layanan jasa perbankan, itupun kalau konfigurasi
produknya simpel-simpel saja. Pola ini primordial sifatnya dan sudah dilakukan
lebih dari 10 tahun yang lalu. Tantangannya adalah dukungan teknologi perbankan
di meja service representative yang dapat digunakan untuk memadukan semua
layanan jasa perbankan ini dan meraciknya secara individual untuk para nasabah
yang memerlukan.
Berbagai kasus di atas
membantu menunjukkan bahwa teknologi yang diterapkan dengan baik memberikan
competitive advantage kepada sebuah bank. Setiap bank mempunyai akses yang sama
atas teknologi yang ada, namun yang mampu memanfaatkannya dengan benar adalah
mereka yang berhasil meraciknya ke dalam sebuah konfigurasi yang fungsional dan
efisien, yang diimplementasikan dengan seksama, yang mendukung produk dan
layanan yang ciamik serta dioperasikan dengan tepat-guna. Membeli teknologi
adalah kegiatan yang paling mudah dan tidak memerlukan keahlian tinggi. Namun,
semuanya kembali memerlukan perancangan, penerapan teknologi yang baik, Good IT
Governance, yang berdasarkan keseuaian target korporasi dari perbankan itu
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar