Prasangka adalah Sikap yang
negatif terhadap sesuatu tanpa ada alasan yang mendasar atas pribadi tersebut.
Diskriminasi adalah
Pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara ( berdasarkan warna kulit,
golongan, suku, ekonomi, agama, dsb)
Apabila
kita berbicara tentang prasangka dan diskriminasi adalah stereotyping, yaitu
suatu kecenderungan untuk mengidentifikasi dan mengeneralisasi setiap individu,
benda dan sebagainya ke dalam katagori-katagori yang sudah dikenal.
Prasangka dan diskriminasi
berhubungan erat satu dengan yang lainnya karena pada teorinya prasangka
bersumber pada satu sikap dan diskriminasi menunjuk pada satu sikap, prasangka
dapat menjadi dasar dari diskriminasi, dan pada akhirnya mereka akan melakukan
tindakan yang negatif.
Contoh prasangka adalah
adanya persaingan antar individu secara berlebihan dalam suatu lingkungan,
misalnya persaingan antar karyawan dalam suatu tempat kerja.
Sedangkan
contoh diskriminasi adalah Cina sebagai kelompok minoritas, sering menjadi sasaran rasial,
walaupun secara yuridis telah menjadi warga negara Indonesia dan dalam UUD 1945
Bab X Pasal 27 dinyatakan bahwa semua warga negara mempunyai kedudukan yang
sama dalam hukum dan pemerintahan.
Apabila muncul suatu sikap
berprasangka dan diskriminatif terhadap kelompok sosial lain, atau terhadap
suku bangsa , kelompok etnis tertentu, bisa jadi akan menimbulkan
pertentangan-pertentangan yang lebih luas.
Suatu contoh : Beberapa peristiwa yang semula menyangkut
berapa orang saja bisa menjadi luas dan melibatkan sejumlah orang, misalnya
akibat berebut pacar antar geng motor bisa menyebabkan kerusuhan dan meresahkan
orang lain.
Praktek Diskriminasi etnik yang terjadi pada kerusuhan
pada masa Orde Baru Mei 1998 yang lalu di Jakarta juga merupakan Representasi
paling nyata adanya prasangka terhadap minoritas, khususnya etnis China terjadi
pada Mei 1998. saat itu harta mereka di jarah, anak perempuan di perkosa dan
rumah serta pertokoan mereka di bakar habis.
Prasangka merupakan sebuah tipe khusus dari sikap yang
cenderung kearah negatif sehingga konsekuensinya:
1.
Berfungsi sebagai
skema (kerangka pikir kognitif untuk mengorganisasi, menginterpretasi dan
mengambil informasi) yang mempengaruhi cara memproses informasi.
2.
Melibatkan keyakinan
dan perasaan negatif terhadap orang yang menjadi anggota kelompok sasaran
prasangka.
b. Teori Prasangka
1.
Teori Kategorisasi
Sosial
melalui kategorisasi kita emmbuat dunia yang tak terbatas
ini menjadi lebih sederhana dan bisa dimengerti. Pembedaan kategorisasi bisa di
dasarkan pada persamaan atau perbedaan. Misalnya persamaan tempat tinggal,
garis keturunan, warna kulit, pekerjaan, kekayaan yang relatif sama dan
sebagainya. Sedangkan perbedaan tempat tinggal, garis keturunan, warna kulit,
pekerjaan, tingkat pendidikan dan lainnya maka dikategorikan dalam kelompok
yang berbeda.
Mereka yang memiliki kelompok yang sama dalam satu
kelompok dikategorikan in group, sedangkan yang berbeda kelompok dikategorikan
out group.
Pengkategorian cenderung mengkontraskan antara kedua pihak
yang berbeda. Jika satu dinilai baik maka kelompok lain cenderung dinilai
buruk.
2.
Teori
Konflik-realistis
Teori ini memandang bahwa terjadinya kompetisi dan
konflik antar kelompok dapat meningkatkan kecenderungan untuk berprasangka dan
mendiskriminasikan anggota outgroup.
Kompetisi yang etrjadi antar dua kelompok yang saling
mengancam akan menimbulkan permusuhan dan menciptakan penilaian yang negatif
yang bersifat timbal balik. Jadi prasangka merupakan konsekuensi dari konflik
nyata yang tidak dapat di elakkan.
LeVine dan Campbel (1972) menyebut kompetisi yang
terjadfi sebagai konflik kelompok yang realistik. Biasanya terjadi karena kedua
kelompok bersaing untuk memperebutkan sumber langka yang sama.
3.
Teori Perbandingan
Sosial
Kita selalu membandingkan diri kita dengan orang lain dan
kelompok kita dengan kelompok lain. Hal hal yang dibandingkan hampir semua yang
kita miliki, mulai dari status sosial, status ekonomi, kecantikan, karakter
kepribadian, dan sebagainya. Konsekuensi dari pembanidngan adalah adanya
penilaina lebih baik atau lebih buruk dari orang lain. Prasangka terlahir
ketika orang menilai adanya perbedaan yang mencolok. Artinya keadaan status
yang tidak seimbanglah yang akan melahirkan prasangka (Myers 1999)
4.
Teori Identitas
Sosial
Berdasarkan teori ini, Henry Tajfel dan John Tunner
(1982) mengemukakan bahwa prasangka biasanya terjadi disebabkan oleh in group
dan favoritsm yaitu kecenderungan untuk mendiskriminasikan dalam perlakuan yang
lebih baik atau menguntungkan in group diatas out group. Orang memakai
identitas sosialnya sebagai sumber dari kebangggan diri dan harga diri. Semakin
positif kelompok dinilai maka semakin kuat identitas kelompok yang dimiliki dan
akan memperkuat harga diri.
5.
Teori Deprivasi
Relatif
Deprivasi Relatif adalah keadaan psikologis dimana
seseorang merasakan ketidakpuasan atas kesenjangan atau kekurangan subjektif
yang dirasakannya pada saat keadaan diri dan kelompoknya dibandingkan dengan
orang lain atau kelompok lain. Keadaan deprivasi bisa menimbulkan persepsi
adanya suatu ketidakadilan sehingga menimbulkan terjadinya prasangka.
6.
Teori
Frustrasi-Agresi
Menurut teori ini, prasangka merupakan manifestasi dari
displaced aggrsion sebagai akibat dari frustrasi. Asumsi dasar dari teori ini
adalah jika tujuan seseorang dirintangi atau dihalangi, maka individu tersebut
akan mengalami frustrasi. Frustrasi yang dialami akan membawa individu tersebut
pada perasaan bermusuhan terhadap sumber penyebab frustrasi. Hal itulah yang
menyebabkan individu seringkali mengkambing hitamkan individu lain yang kurang
memiliki kekuasaan.
7.
Teori Belajar Sosial
Menurut teori ini prasangka biasanya diperoleh anak-anak
melalui proses sosialisasi. Anak-anak banyak yang menginternalisasikan norma
norma mengenai stereotipe dan perilaku antar kelompok yang ditetapkan oleh
orang tua dan teman sebaya. Selain dari orang tua dan teman sebaya, media massa
juga menjadi sumber anak untuk mempelajari stereotipe dan prasangka.
c. Sumber Prasangka
Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi :
·
Konflik langsung antar
kelompok. Berdasarkan Teori Konflik Realistik (Realistic Conflict Theory) di mana prasangka muncul karena kompetisi
antar kelompok social untuk memperoleh kesempatan atau komoditas yang berharga
yang berkembang menjadi rasa kebencian, prasangka dan dasar emosi. Contoh:
konflik antara para migrant dengan masyarakat setempat, masyarakat setempat
cenderung memiliki prasangka terhadap para migrant ini karena para migrant
lebih mampu untuk survive dan berhasi wilayah barunya sehingga
menimbulkan rasa kebencian pada diri masyarakat setempat terhadap para migrant.
Hal ini dapat dilihat pada konflik yang terjadi di Ambon, atau Kalimantan.
·
Pengalaman awal. Berdasarkan Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory), prasangka
dipelajari dan dikembangkan dengan cara yang sama serta melalui mekanisme dasar
yang sama, seperti sikap yang lain yakni melalui pengalaman langsung dan
observasi/vicarious.Contoh: Santi sejak kecil sering mendengar
orangtuanya melontarkan komentar-komentar negatif terhadap orang dari golongan
etnis Tionghoa, maka Santi juga akan ikut meyakini pandangan negatif orang
tuanya tentang etnis Tionghoa tersebut. Selain itu, media massa juga memiliki
peran dalam pembentukkan prasangka.
·
Kategorisasi Sosial, yakni kecenderungan untuk membuat kategori social yang
membedakan antara in-group—“kita”—dengan out-group—“mereka”.
Kecenderungan untuk memberi atribusi yang lebih baik dan menyanjung anggota
kelompooknya sendiri daripada anggota kelompok lain terkadang dideskripsikan
sebagai kesalahan atribusi utama (ultimate attribution error), yang sama seperti self serving bias hanya
saja terjadi dalam konteks antar kelompok. Kategori social ini menjadi
prasangka, dapat dijawab berdasarkan Teori Identitas Sosial (Identitty Theory) dari Tajfel. Teori ini mengatakan
bahwa individu berusaha meningkatkan self-esteem mereka
dengan mengidentifikasikan diri dengan kelompok social tertentu. Namun, hal ini
terjadi hanya bila orang tersebut mempersepsikan kelompoknya lebih superior
daripada kelompok lain yang menjadi pesaingnya.
·
Stereotip—kerangka berpikir kognitif yang terdiri dari pengetahuan
dan keyakinan tentang kelompok social tertentu dan traits tertentu
yang mungkin dimiliki oleh orang yang menjadi anggota kelompok-kelompok ini.
Ketika sebuah stereotip diaktifkan, trait-trait ini lah yang dipikirkan. Stereotip
mempengaruhi pemrosesan informasi social (diproses lebih cepat dan lebih mudah
diingat), sehingga mengakibatkan teerjadinya seleksi pada informasi—informasi
yang konsisten terhadap stereotip akan diproses sementara yang tidak sesuai
stereotip akan ditolak atau diubah agar konsisten dengan stereorip. Reaksi lain
terhadap informasi yang tidak konsisten adalah membuat kesimpulan implicit yang
mengubah arti informasi tersebut agar sesuai dengan stereotip. Stereotip
seperti penjara kesimpulan (inferential prisons):
ketika stereotip telah terbentuk, stereotip akan membangun persepsi kita
terhadap orang lain, sehingga informasi baru tentang orang ini akan
diinterpretasikan sebagai penguatan terhadap stereotip kita, bahkan ketika hal
ini tidak terjadi.
·
Mekanisme kognitif lain: a) Ilusi tentang hubungan (illusory correlation) yaitu
kecenderungan melebih-lebihkan penilaian tingkah laku negatif dalam kelompok
yang relatif kecil. Efek ini terjadi karena peristiwa yang jarang terjadi
menjadikannya lebih menonjol dan dengan mudah diingat; b) ilusi homogenitas Out-Group (illution of out-group homogeneity) yaitu
kecenderungan untuk mempersepsikan orang-orang dari kelompok lain yang bukan
kelompoknya sebagai orang yang serupa. Lawan dari kecenderungan tersebut adalah perbedaan in-group (in-group differentiation)yaitu kecenderungan
untuk mempersepsikan anggota kelompoknya dalam menunjukkan keragaman yang lebih
besar satu sama lain (lebih heterogen) daripada kelompok-kelompok lain.
d. Teknik untuk Mengatasi Dampak Prasangka
·
Perbaikan kondisi
sosial ekonomi, dengan program pemerataan pembangunan oleh pemerintah
·
Perluasan kesempatan
belajar bagi seluruh warga Indonesia, tidak hanya dinikmati oleh kalangan atas
asaja.
·
Sikap terbuka dan
sikap lapang serta selalu menjalin komunikasi dua arah agar tidak terjadi
kecurigaan antara satu orang dengan lainnya.
e. Prasangka Berdasarkan Gender
selama ini perbedaan derajat antara laki laki dan
perempuan sering menjadikan seseorang melakukan tindakan diskriminasi. Dalam
pandangan stereotip masyarakat wanita itu adalah makhluk yang lemah, hanya
boleh mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, merawat anak, membersihkan
rumah dan pekerjaan sederhana lainnya. Sedangkan para wanita tentu saja tidak
menerima akan hal tersebut, apalagi talah di dukung dengan istilah emansipasi
wanita yang dipelopori oleh RA Kartini membuat para wanita lebih berani untuk
mensejajarkan posisinya dengan laki laki.
Nanum sebenarnya instilah menasipasi ini kadang
menjadikan ajang balas dendam bagi para wanita yang mempunyai kedudukan lebih
tinggi daripada laki laki. Belakangan ini timbul diskriminasi yang melibatkan
kekerasan fisik atau seksual terhadap laki laki, hal ini dikarenakan dia ingin
diakui derajatnya dan tidak ingin di hina oleh para laki laki seperti para
wanita terdahulu yang sering menjadi korban kekejaman laki laki.
Saat ini juga negara telah membuat undang undang khusus
tentang perlindungan hak perempuan, yang lebih diatur dalam sejumlah undang-undang,
seperti UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), UU No 13 Tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi Korban, serta UU No 21 Tahun 2007 tentang
Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
* Sebab-sebab timbulnya prasangka dan
diskriminasi :
1.
berlatar belakang sejarah
2.
dilatar-belakangi oleh
perkembangan sosio-kultural dan situasional
3.
bersumber dari factor kepribadian
4. berlatang
belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama
* Dampak prasangka dan diskriminasi pada lingkungan saya
tidak terlalu signifikan
* Daya upaya cara untuk menanggulangi atau mengurangi
Pasangka dan Diskriminasi :
- Perbaikan kondisi social ekonomi pemerataan pembangunan
dan usaha peningkatan pendapatan bagi warga negara Indonesia.
- Adanya usaha – usaha pemerintah dalam perluasan
kesempatan belajar bagi seluruh warga Negara Indonesia.
- Sikap terbuka dan sikap lapang harus selalu kita sadari
bahwa berbagai tantangan yang dating dari luar atau pun yang dating dari dalam
negeri.